![]() |
Foto: Abdie |
GeloraDemokrasi, 22 Januari 2016—Film dokumenter Wiji
Thukul sebagai alternatif untuk di putar
malam ini. Tidak di putarnya film “Istirahatla kata-kata” tidak menjadi alasan
untuk tidak mempelajari sosok penyair revolusioner dan mendiskusikannya,
seperti Thukul. Gelora Demokrasi yang sebagai aliansi demokratik berkepentingan
mengadakan pemutaran film dokumenter Wiji Thukul--mengingat perjuangan sang
penyair revolusioner yang sangat di takuti oleh rezim penguasa Orde Baru harus
di ketahui oleh generasi muda kekinian. Apa yang di lakukan Thukul di masanya
adalah pekerjaan manusia modern yang mempunyai tingkat militansi yang sangat
tinggi. Bagaimana tidak, berjuang di tengah keganasan rezim otoriter Soeharto
yang sangat represif tapi ada manusia-manusia yang mengambil jalan politik yang
sangat berani; mengorganisir kejatuan Suharto.
Wiji Thukul benar-benar penyair yang sangat “konkret” dalam
menjelaskan realitas yang ia tuangkan dalam puisi-puisinya. Keseluruhan
puisi-puisi Wiji thukul semuanya hasil penglihatan realitas. Dia tidak hanya
sebagai seorang penyair tapi lebih daripada itu dia adalah seorang organiser
buruh. Seniman seperti Thukul mampu menjadikan karya-karya sastra sebagai
medium perlawanan terhadap rezim Suharto pada saat itu.
Akhirnya Konsekwensi dari ketegasan sikap melawan Suharto,
Thukul sebagai orang yang juga aktif di Partai Rakyat Demokratik (PRD) menjadi
sasaran buruan oleh rezim penguasa. PRD sebuah partai revolusioner yang
dianggap sebagai dalang kerusuan 27 Juli 1996 juga menjadi sasaran pemberangusan
oleh Suharto. Alhasil PRD pada saat itu di cap sebagai partai terlarang.
“Demokrasi menjadi suatu tuntutan yang sangat penting untuk
di perjuangkan. Tanpa demokrasi, rakyat akan kesulitan dalam mencapai
tuntutan-tuntutan kesejahteraannya. Perjuangan Wiji Thukul bersama kawan-kawan
lainnya yang ikut di hilangkan oleh rezim, merupakan perjuangan melawan rezim
Orde baru yang anti Demokrasi” Ujar Andika sebagai pemantik untuk membuka
pendiskusian setelah menyaksikan film dokumenter Wiji Thukul.
Andika juga melanjutkan dan mempertegas, kalau kegiatan
pemutaran film dan diskusi ini sebagai agenda reguler Gelora Demokrasi—juga
sebagai alternatif sebab tak dapat menonton film Istirahatlah kata-kata.
“kegiatan ini sebagai program reguler Gelora Demokrasi.
Selain itu, juga kita jangan bersedih karena tidak dapat menonton Istirahatlah
kata-kata. Film dokumenter Wiji Thukul yang barusan kita saksikan merupakan
tontonan alternatif. Yang terpenting adalah kita semua bisa memahami esensi
dari perjuangan Wiji Thukul” lanjut Andika.
Dalam pendiskusian tersebut juga dihadiri oleh ketua BEM
FKIP Universitas Tadulako yang berpendapat mengenai sosok Wiji Thukul, misalnya
apa yang diutarakan oleh Mahfud, “sebagai mahasiswa yang kuliah di jurusan
sastra, saya sangat mengagumi Wiji Thukul. Thukul bukan seniman borjuis, tapi
Thukul adalah seniman kerakyatan yang mampu mengolah kata-kata menjadi senjata
perlawanan” katanya.
Sementara itu menurut Aries Bira, ia sangat mengapresiasi
pemutaran film ini yang di inisiasi oleh Gelora Demokrasi.
“saya mengapresiasi pemutaran film dan diskusi malam ini
yang di inisisi oleh kawan-kawan. Saya berharap akan ada lagi
pendiskusian-pendiskusian kritis seperti ini. Kepentingannya tidak ada lain,
hanya menginginkan pendiskusian-pendiskusian seperti ini menjadi alat
penyadaran rakyat, dan lebih daripada itu bisa mempunyai implikasi terhadap
penciptaan atmosfir politik, khususnya di Palu” Ungkap Direktur Wahana
Lingkungan Hidup (WALHI) Sul-teng itu.
Ya, apapun yang terjadi, seorang penyair cadel seperti Wiji
Thukul ini tidak akan pernah di lupakan dan puisi-puisinya akan selalu menjadi
alat perlawanan rakyat.
Wiji Thukul mengajarkan kita semua mengenai keberanian,
dedikasi dan militansi yang sangat tinggi. Bukan hanya itu, Thukul juga
mempunyai tingat kesadaran sudah sampai membangun partai revolusioner. Sebelum
perpecahan partai taun 2007, PRD (tempat Thukul bernaung) merupakan
satu-satunya partai politik revolusioner yang bisa diandalkan untuk
mengorganisir perlawanan rakyat. Selain mempunyai tuntutan-tuntutan radikal dan
program-program kerakyatan, juga PRD dengan tegas menarik garis demarkasi
terhadap borjuasi.
Aktivitas Thukul dan perjuangan PRD mengorganisir kejatuan
Suharto harus menjadi pembelajaran bagi generasi muda pasca reformasi. Apa yang
dilakukan Thukul dan PRD mengajarkan kita semua kalau perubahan itu bukan tidak
mungkin. Buktinya, Suharto bisa di tumbangkan.
A M
0 komentar:
Posting Komentar