Kepala
Badan Pusat Statistik (BPS) menilai ketimpangan atau tingginya jumlah penduduk
miskin di suatu Negara menjadi salah satu penyebab munculnya radikalisme.
"Ada
enggak sih kaitannya? (radikalisme dengan ketimpangan) Pasti ada. kalau bicara
radikalisme, terorisme, kan hanya detilnya. Namun akarnya kan banyak sekali,
salah satu faktornya adalah miskin atau timpang," ujar Suhariyanto di kantornya,
Rabu (1/2/2017).
Seperti
yang diketahui, tingkat ketimpangan pengeluaran penduduk Indonesia pada
September 2016 sebesar 0,394. Angka itu menurun 0,003 poin jika dibandingkan
dengan periode Maret 2016 sebesar 0,397.
Selain
itu, BPS juga mencatat terdapat delapan kota yang gini rationya diatas tingkat
nasional. Gini ratio tertinggi terjadi di Yogyakarta sebesar 0,425.
Pria
yang akrab disapa Kecuk itu berharap masalah ketimpangan harus menjadi fokus
perhatian pemerintah tahun ini.
"Kalau
tidak dijaga maka ketimpangan yang tinggi akan terjadi konflik sosial,"
tuturnya.
Selaras
dengan penyampaian Suharyono, Peneliti Institute for Development of Economics
and Finance (INDEF) Bhima Yudhistira Adhinegara mengatakan pemerintah harus
waspada dengan angka tersebut, apalagi data BPS belum sepenuhnya mencerminkan
ketimpangan sebenarnya karena hanya mengukur komponen pengeluaran, sementara
ketimpangan dari sisi pendapatan tidak dihitung.
Bila
dilihat berdasarkan penyerapan kerja pada tahun 2016, terjadi penurunan sebanyak
1,39 juta orang.
“Artinya,
pengeluaran seorang penduduk bisa saja meningkat karena didanai dari utang,
padahal orang tersebut sedang dalam posisi tidak bekerja alias tidak
berpendapatan,” katanya, seperti dilansir kumparan.com.
0 komentar:
Posting Komentar