![]() |
Gambar. Tokoh Mambesak, Arnold Clemens Ap |
Penggagas Mambesak Arnold C. Ap menyadari akan pentingnya
memertahankan kebudayaan dari ancaman budaya modern. Mereka memahami
pentingnya budaya dan berusaha untuk menggunakan musik sebagai sarana
untuk menyampaikan hak dasar manusia: kebebasan berekspresi. Mambesak
dibentuk untuk merevitalisasi tari tradisional Papua Barat, musik dan
lagu dan akhirnya memberikan warna tertentu, bentuk dan inspirasi bagi
kelahiran musik dan kelompok tari di seluruh Papua, secara aktif
mempromosikan dan memperkuat identitas Papua Barat.
Pembentukan ini juga
adalah bagian dari ketidakpuasan atas hasil Pepera memperoleh
pengesahan oleh PBB yang nampak sekali bahwa pendirian suatu negara
Papua Barat yang terpisah dari Indonesia terlalu kecil "peluangnya."
Group music Mambesak atau burung Cenderawasih/burung kuning
dalam bahasa Biak, menjadi momentum kebangkitan seni dan identitas
bangsa budaya Papua. Sebelum memberikan nama Mambesak group ini bernama
Manyori yang berdiri pada tahun 1970-an. Anggota/personil dalam group
ini diantaranya; Arnold Clemens Ap, Sam Kapissa, Yowel Kafiar, Marthinny
Sawaki.
Seperti mottonya, kita bernyanyi untuk hidup yang dulu,
sekarang dan nanti Mambesak hendak mengatakan nyanyiannya adalah perawat
kehidupan orang Papua. Memertahankan budaya lokal menjadi ide dasar
Mambesak dengan mengangkat kesenian rakyat yang berakar pada lagu serta
tari-tarian yang melekat pada masyarakat Papua. Berangkat dari itu,
mereka kemudian terus menggali lagu dan tarian dari seluruh pelosok
Papua dengan menampilkan lagu serta tari-tarian tersebut dengan
peralatan, Ukulele, Bass, Tifa dan Gitar. Dalam setiap penampilannya,
Mambesak menyanyikan lagu-lagu daerah dan menari, tak ketinggalan,
mambesak juga menciptakan lagu-lagu dalam bahasa Indonesia berlogat
Papua, dimana lagu-lagu tersebut adalah menguraikan tentang unsur-unsur
kebudayaan Papua.
Tentunya, Arnold C. Ap sebagai inisiator dalam pembentukan
group ini, Ia menggunakan kapasitasnya sebagai ketua Lembaga Antropologi
dan kepala museum yang diberi nama Sansakerta, Loka Budaya dan
mendirikan sebuah kelompok seni-budaya yang mereka namakan "Mambesak".
Gerakan kebangkitan Seni dan Budayan Papua Barat yang di pelopori oleh
Arnol Ap, Sam kapisa dan kawan-kawan mahasiswa uncen lainnya di Jayapura
ini lahir pada tahun 1972. Mereka menjadikan gereja-geraja sebagai awal
membangun gerakan tersebut hingga terakhir di RRI Nusantara V Jayapura.
Gerakan ini tumbuh dan berkembang, kemudian pada tanggal 15
Agustus 1978 menjadikan hari jadi Mambesak. Musik ini oleh Sam Kapisa
dan Arnold Ap mengganggap sebagai musik yang suci sehingga mereka
menamainya Mambesak yang menurut orang Biak adalah burung suci, dengan
tujuan untuk menghibur hati masyarakat Papua yang sedang diintimidasi,
dianiaya, diperkosa dan dibinasakan. Musik-musik mambesak memberikan
kekuatan perlawanan rakyat Papua dan mengembalikan jadi diri sebagai
komunitas yang beda dari bangsa Indonesia.
Namun Mambesak sebagai gerakan kebudayaan yang ingin
menyelamatkan serta melestarikan seni, budaya penduduk Irian (sekarang
Papua), ternyata dipandang sebagai bahaya "laten" oleh aparat keamanan
karena membangkitkan semangat nasionalisme Papua.
Pada akhirnya, tanggal 30 November 1983, Arnold Ap ditahan
oleh militer Indonesia. Sebelum dan sesudahnya, sekitar 20 orang Papua
yang umumnya terdiri atas cendekiawan, dosen, serta, mahasiswa Uncen dan
pegawai Kantor Gubernur Irian Jaya di Jayapura ditahan dan diselidiki
karena oleh pihak aparat keamanan diindikasikan adanya aspirasi politik
dalam kaitan dengan OPM.
Penahanan tokoh budayawan Irian Jaya ini berbuntut "hijrahnya" sejumlah dosen, mahasiswa, maupun pegawai Pemda menyeberang perbatasan menuju negara tetangga PNG, pada bulan Februari1984. Hampir pada waktu yang sama, di Jakarta empat pemuda Papua yang mempertanyakan nasib penahanan Arnold AP ke DPRRI, akhirnya terpaksa meminta suaka politik ke kedutaan besar Belanda.
Penahanan tokoh budayawan Irian Jaya ini berbuntut "hijrahnya" sejumlah dosen, mahasiswa, maupun pegawai Pemda menyeberang perbatasan menuju negara tetangga PNG, pada bulan Februari1984. Hampir pada waktu yang sama, di Jakarta empat pemuda Papua yang mempertanyakan nasib penahanan Arnold AP ke DPRRI, akhirnya terpaksa meminta suaka politik ke kedutaan besar Belanda.
Penahanan tersebut dilakukan karena dicurigai oleh
Pemerintah Indonesia sebagai gerakan politik yang hendak membangkitkan
nasionalisme Papua untuk melepaskan diri dari kekuasaan NKRI. Arnold Ap
sendiri dituduh sebagai OPM kota yang ikut berpartisipasi dalam
perjuangan kemerdekaan Papua. Karena kecurigaan tersebut, akhirnya
Arnold Ap dibunuh oleh Kopassandha (kini Kopassus) dan mayatnya
ditemukan pada tanggal 26 April 1984 di Pantai Base G, Jayapura, setelah
sebelumnya ditahan sejak bulan November 1983 tanpa proses hukum yang
semestinya. Pembunuhannya diatur dengan skenario melarikan diri setelah
sebelumnya secara sengaja dibebaskan oleh Kopassandha dari dalam
tahanan. Arnold Ap yang hendak menyeberang ke Papua New Guinea menyusul
istri dan anaknya yang telah mengungsi sebelumnya justru ditembak mati.
Selain Arnold Ap, rekannya, Eduard Mofu, juga dibunuh dan ditemukan
terapung di permukaan air laut Pantai Base G dengan luka tembak di dada
dan perutnya.
Kematian sang budayawan, yang dianggap berhasil
mengakumulasikan dan mengintegrasikan kebudayaan masyarakat Irian Jaya,
dijadikan "simbol" pengukuhan terhadap identitas dan jati diri orang
Papua, yang merupakan cikal bakal tumbuhnya rasa nasionalisme Orang
Papua.
Selama perjalanan Mambesak, sejak dibentuk pada tahun 1972
hingga 1984, mereka berhasil meluncurkan lima kaset masing-masing;
Volume I pada tahun 1978, Volume II 1980, Volume III 1980, Volume IV
1982 serta Volume V tahun 1983.
Situasi Rakyat Pada Masa Kejayaan Mambesak
Lagu-lagu dan tari-tarian daerah yang dikembangkan Mambesak
kaya dengan keragamannya karena semua anggotanya mahasiswa Universitas
Cenderawasih. Ada juga beberapa PNS diluar kampus yang punya bakat seni
bersatu dengan mahasiswa. Waktu liburan, kalau ada mahasiswa yang pulang
ke daerah, terutama anggota Mambesak, pulang wajib bawa lagu, kemudian
diaransemen di Loka Budaya Uncen.
Selain itu, masyarakat yang mendengar musik Mambesak
langsung mengirim lagu-lagu dari daerah ke Mambesak. Ada yang direkam di
kaset, ada yang ditulis tangan lengkap dengan not-notnya, dibawa dan
dilatih di Istana Mambesak di Uncen. Sehingga Mambesak tidak pernah
kekurangan lagu-lagu dari setiap suku daerah di Papua.
Selain Mambesak, ada kelompok musik lain, seperti Yaromba
Apuse, Mansayori, Kamasan, Yance Rumbino dan kelompoknya di Nabire juga
dengan musik akustiknya serta beberapa kelompok musik lain, tapi tidak
dilanjutkan, karena trauma dengan pembunuhan personil Mambesak.
Buntutnya, tidak ada pengembangan lagu-lagu daerah Papua, sehingga hanya
terhenti di Mambesak. Dan tidak ada lagi yang melanjutkan atau
mengembangkannya. Beberapa group music baru muncul saat memasuki tahun
1990-an dengan menyanyikan lagu-lagu Papua untuk Yosim Pancar yang
dibawakan dalam perlombaan, tapi belum ada kelompok atau group music
yang menyanyi khusus lagu-lagu Papua seperti Mambesak.
Kehadiran Mambesak disambut antusias oleh masyarakat Papua
membayangkan identitas bangsa Papua sebagai ras Melanesia. Kebangkitan
budaya Papua yang lama terpendam muncul kembali pada tahun 1970-1980
ketika group music Mambesak hadir ke tengah masyarakat dan begitu tenar
di Papua. Lima volume kaset yang berisi reproduksi kembali. Hal itu
didukung pula dengan siaran pelangi Budaya dan pancaran sastra yang
diasuh oleh Arnold Ap dkk dari Mambesak di studio V RRI Jayapura setiap
hari Minggu siang sangat populer.
Sebagai seorang seniman yang sedang berusaha sedang genggam
suku-suku di Papua dalam Mambesak, Ia menyadari bahwa dalam hal
mengarransement lagu mesti disesuaikan dengan adat dan budaya setempat.
Tak heran, hal itulah mendorong masyarakat Papua hingga kini menganggap
putra asala Biak ini sebagai seorang Martir.
Semangat Mambesak dalam Menumbuhkan Nasionalisme Papua Barat
Gerakan Mambesak memberikan ispirasi yang kuat dan
membangkitan nasionalisme bangsa Papua, sehingga perlawananpun semakin
lama mulai menguat di daerah-derah Papua lainnya. Namun sayang, karena
oleh pemerintah Indonesia menganggapnya gerakan ini sangat berbahay
sehingga mereka menangkap Arnol Ap dan membunuhnya tanpa alasan politik
dan keamanan yang jelas terhadap kesalahan yang di Lakukan oleh Al arnol
Ap. Gerakan ini melahirkan protes besar-besar bangsa Papua atas
kehadiran Indonesia, dengan melakukan Suaka politik dan pengungsian
besar-besaran.
Mambesak juga melalui musik dan lagu-lagu khas Papuanya
melakukan perlawanan atas ketidakadilan. Adanya fakta sebagai satu
kesatuan orang asli Papua dari ras Melanesia yang saat itu tertindas
dalam pelanggaran hak asasi manusia dan adanya keinginan untuk
menyatukan orang asli Papua sebagai satu bangsa untuk lepas dari
penjajahan menjadi alasan yang tidak dapat dilepaskan dari kemunculan
Mambesak. Dimana nasionalisme Papua yang dibangun saat itu disalah
mengerti oleh pemerintah Indonesia seakan-akan dibangun semata-mata
untuk kepentingan Papua merdeka, padahal penyatuan Papua sebagai satu
bangsa dalam negara Indonesia sejatinya bukan hal yang tabu dari
persfektif fakta ras, kebudayaan, dan kemanusiaan (karena memang negara
ini dibangun di atas fakta keberagamaan ras, suku, bangsa, dan agama).
Gugatan terhadap kolonialisme yang diwujudkan dalam bentuk
perbudayakan dan pelanggaran hak asasi manusia dalam bentuk lainnya dan
gugatan terhadap kemapanan yang menindas oleh oleh rakyat Papua melalui
Mambesak dilakukan dengan cara bermain musik dan bernyanyi. Para
personil Mambesak bersuara melalui musik dan lagu khas Papua. Melalui
musik dan syair lagu-lagunya, Mambesak mengungkapkan segala rasanya,
dimana yang mencolok adalah pemuliaan terhadap Tuhan, pemujaan terhadap
alam semesta (negerinya), kekaguman dan penghormatan terhadap indentitas
dirinya dan bangsanya, gugatan terhadap kolonialisme (dan rasisme), dan
cita-cita yang hendak diraih di masa depan.
Nilai-nilai dalam Semangat Mambesak
Sejak kemunculan Mambesak, kata merdeka kembali muncul
dalam otak setiap manusia Papua, walaupun sebelumnya seringkali
dilupakan. Saat mendengarkan lagu Mambesak, tentu saja orang yang lebih
tua mengatakan bahwa itu lagu merdeka sungguh ampuh. Kata itu menjadi
ajaran luhur yang tertanam kuat dalam lubuk hati setiap orang Papua.
Mendengar musik dan lagu Mambesak berarti mendengar lagu merdeka. Dalam
kekuasaan ajaran merdeka, kita yang menjadi bagian dari orang Papua pun
tak henti-hentinya mencari esensi kata itu. Kadangkala kita merasa
bingung dengan kata itu, sebab merdeka itu apakah penting, apakah
sesuatu yang akan datang dengan sendiri, apakah sesuatu yang akan
diberikan, atau apakah sesuatu yang akan direbut.
Tentunya hal ini adalah corong dari korban virus Mambesak
dan ajaran merdeka. Virus Mambesak dan ajaran merdeka sudah mewabah
kemana-mana di seluruh pelosok Tanah Papua, sudah menjangkiti hampir
semua orang asli Papua, bahkan mereka yang bukan non-asli Papua. Ini
merupakan sebuah fakta yang sulit ditolak. Mambesak benar-benar
menemukan kenyamanan di dalam lubuk hati setiap orang asli Papua, ibarat
benih unggul yang menemukan tanah yang subur. Dari sana kerinduan akan
Mambesak tumbuh dengan subur, menjulang tinggi, menemukan cita dan cinta
yang semestinya. Cita dan cinta itu adalah kemerdekaan; dimana setiap
oran asli Papua dapat hidup dengan kaki kokoh dan kepala tegak di negeri
leluhurnya. Mambesak adalah kawan perjalanan dalam siara kehidupan
menuju puncak kemerdekaan. Dalam semangat dan posisi seperti ini, virus
Mambesak dan ajaran merdeka menjadi dua sisi mata uang yang saling
melengkapi. Mambesak tak penting tanpa merdeka, dan merdeka pun tak
penting tanpa Mambesak.
Mambesak mempunyai ribuan penggemar yang fanatik di Papua,
terutama orang asli Papua. Hal ini dapat dilihat dari adanya upaya dari
sejumlah pihak untuk membangkitkan kembali Mambesak, adanya kegemaran
sejumlah orang asli Papua untuk mendengarkan lagu-lagu Mambesak, adanya
sejumlah aksesoris (terutama pakaian) yang disablon dengan foto Arnlod
Ap, dan adanya sejumlah tulisan yeng bertemakan Mambesak dan Arnold Ap
yang ditulis oleh sejumlah orang.
Jika melihat perbandingan antara Rastafari dan Bob Marley
dengan Mambesak dan Arnold Ap, maka terdapat tujuh kesamaan yang
mencolok. Hal semacam ini bukanlah sebuah kebetulan, sebab hal semacam
ini sesungguhnya merupakan fenomena global. Banyak gerakan sosial
(politik/keagamaan) dan banyak musik dan lagu lahir sebagai wujud
perlawanan terhadap penjajahan (atau sebut saja kemapanan yang menindas)
dan untuk menemukan dan menegakkan jati diri sebagai manusia yang
merdeka. Pilihan perjuangan dengan cara seperti ini juga pernah
dilakukan oleh group musik, musisi dan penyanyi lain seperti John
Lennon, Lucky Dube, Black Brothers, dan banyak group music lainnya.
Dengan demikian, sesungguhnya latarbelakang lahirnya
Mambesak, dinamika dalam perjalanan Mambesak, dampak dari adanya
Mambesak, dan tujuan akhir dari Mambesak sesungguhnya sama atau serupa
dengan gerakan sosial (politik/keagamaan), musik, dan lagu yang pernah
dan sedang bermunculan di berbagai belahan dunia lainnya. Yang pada
umumnya inti dari gerakan sosial (politik/keagamaan) seperti ini adalah
karena hendak menemukan dan menegakkan jati dirinya sebagai manusia yang
sesungguhnya.
Seni menurut Bhikkhu Dhammasubho Mahathera, adalah Sentuhan
Nurani. Untuk itulah seni menjadi ukuran suatu bangsa manusia. Semakin
halus nuraninya, semakin tinggi karya-karya nuraninya.
Editor : Gideon M. Adii
0 komentar:
Posting Komentar